Tema-tema yang hadir membalut puisi di buku ini cukup beragam. Penyair mencoba untuk menuliskan apa yang ia ketahui, alami, dan rasakan. Beberapa puisi mengisahkan tempat-tempat bersejarah di sekitar tempat kelahiran penyair, Banyumas, Jawa Tengah. Misalnya, puisi tentang Bukit Krumput, Sungai Serayu, Masjid Saka Tunggal, dan Sokaraja.
Oleh sebab itu, puisi-puisi dalam buku ini menjadi salah satu cara untuk menggali informasi tentang daerah yang bernama Banyumas di Jawa Tengah. Lebih khusus bagi penyair, puisi ini menjadi semacam ingatan kolektif tentang kampung halamannya yang mengisi memori masa kecilnya.
Muharsyam Dwi Anantama, lahir di Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 12 Juni 1995. Melalui masa anak-anak sampai remaja di tanah kelahirannya, Desa Lebeng, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Aktif di Komunitas Penyair Institute (KPI) Purwokerto. Alumnus Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto serta Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta. Saat ini tinggal di Bandarlampung dan menjadi dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Lampung (Unila). Tulisannya berupa prosa, puisi, dan esai telah dipublikasikan di Rakyat Sultra, Metro Sulawesi, Bali Pos, Radar Banyumas, Suara Merdeka, Kompas, Minggu Pagi, Bhirawa, Ancas, Fajar, dan Satelit Post. Tulisannya juga terhimpun dalam antologi bersama: Kembang Glepang 2 (2020), Kembang Glepang 3 (2021), Kepada Toean Dekker (2018), Wulan Ndadari (2019), Tuntrum Gumelar (2019), Alumni Munsi Menulis (2020), dan Kelahiran Kedua (2018). Buku pertama yang ditulisnya adalah Membaca Sastra dan Peristiwa (2021)