***
Kirana Wulandari memiliki segalanya: karier cemerlang di puncak gedung pencakar langit Jakarta, apartemen mewah, dan sebuah cincin berlian di jari manisnya yang menjanjikan masa depan sempurna. Ia adalah definisi kesuksesan, seorang wanita yang kehidupannya tertata rapi bagai presentasi bisnis tanpa cela. Namun, di balik senyum profesional dan agenda yang padat, ada keheningan yang memekakkan, sebuah kekosongan yang tak bisa diisi oleh pencapaian apa pun. Di sangkar emasnya di lantai dua puluh tujuh, ia mulai bertanya-tanya, apakah ini semua yang ada dalam hidup?
Lalu ada Arya, juniornya yang ambisius. Pria yang seharusnya hanya menjadi salah satu nama dalam daftar bawahannya. Namun, tatapannya berbeda. Saat yang lain melihat Kirana sang manajer, Arya melihat Kirana sang wanita. Di matanya yang gelap dan tajam, Kirana menemukan cermin dari keresahan yang tak pernah berani ia suarakan. Arya tidak hanya melihat retakan di fasad sempurnanya; ia seolah ingin menyentuh retakan itu, membelainya, dan mencari tahu apa yang ada di baliknya.
Semua dimulai di keheningan kantor setelah jam kerja usai, saat hanya ada mereka berdua dan kerlip lampu kota di luar jendela. Sebuah sentuhan yang tak disengaja di atas tumpukan dokumen. Sebuah pujian yang terlalu personal. Sebuah ciuman yang dicuri di sudut koridor yang remang-remang, yang seharusnya terasa salah namun justru terasa seperti tarikan napas pertama setelah terlalu lama tenggelam. Profesionalisme adalah seutas benang tipis, dan malam itu, mereka berdua menariknya hingga putus.
Satu ciuman terlarang berubah menjadi serangkaian kebohongan yang dirangkai dengan indah. Pertemuan rahasia di bar yang remang-remang, desahan yang tertahan di dalam lift yang meluncur turun, dan malam-malam panas yang meninggalkan jejak di kulit dan jiwa. Bagi Kirana, Arya adalah candu yang berbahaya, sebuah pelarian dari kehidupannya yang hampa. Bagi Arya, Kirana adalah puncak gunung yang harus ditaklukkan. Mereka terjerat dalam tarian hasrat yang membakar, di mana setiap langkah membawa mereka lebih dekat ke jurang kehancuran.
Dalam "Kisah Perselingkuhan Kirana dengan Arya, Bawahannya", batas antara cinta dan obsesi, antara gairah dan penghancuran diri, menjadi kabur. Seberapa jauh seorang wanita akan melangkah untuk merasakan kembali hidupnya? Dan apa yang terjadi ketika seorang pria tidak hanya menginginkan tubuh atasannya, tetapi juga takhtanya? Ketika semua topeng telah dilepaskan dan hanya ada dua tubuh yang saling menuntut, siapakah yang sebenarnya memegang kendali?
Contents:
1. Pengumuman di Lantai 27—1
2. Serah Terima yang Terlalu Personal—15
3. Senja di Ujung Koridor—31
4. Pelepasan yang Dingin—55
5. Bab 4a: Upah Sebuah Keheningan—69
6. Undangan Impulsif—85
7. Kebenaran di Dasar Gelas—97
8. Apartemen di Kuningan—109
9. Pagi yang Canggung—127
10. Ambisi Sang Junior—141
11. Pernikahan yang Tertunda—155
12. Malam Terakhir di Kantor—169
13. Fajar di Atas Sudirman—185
14. Epilog: Enam Bulan Kemudian—197