"Pilihan antara tetap berada di gurun pasir yang kering, atau mencoba minum dari oasis milik orang lain." (Bab 3)
“Jadi aku sama kamu,” ia menunjuk Tuti, “dan Istriku bersama suami kamu?” “Tepat,” sahut Tuti, matanya berbinar. “Hanya untuk akhir pekan, tentu saja,” tambah Mas Bram. “Dan ada aturan main yang jelas.” (Bab 4)
"Dosa ini, permainan terlarang ini, entah bagaimana terasa seperti sebuah penyelamatan." (Bab 5).
***
Bagi dunia luar, pernikahan Anindita dan Danang adalah sebuah potret kesuksesan. Namun di balik dinding apartemen mewah mereka, keharmonisan hanyalah sebuah ilusi. Ranjang mereka dingin, percakapan mereka hampa, dan sentuhan mesra telah menjadi artefak dari masa lalu. Nita, sang istri yang merasa tak terlihat, perlahan layu dalam istana yang ia tinggali. Ia merindukan pengakuan, mendambakan gairah, dan bertanya-tanya di mana letak kesalahan hingga pernikahannya terasa seperti sebuah ruangan indah yang kehabisan udara.
Lalu, datanglah resep untuk sebuah penyembuhan. Tetangga baru mereka, Tuti dan Bramantyo, tidak hanya membawa kehangatan, tetapi juga sebuah proposal yang radikal dan mengejutkan. Melihat pernikahan Nita yang berada di ambang kehancuran, mereka menawarkan sebuah metode yang tak pernah terpikirkan sebelumnya, sebuah jalan pintas yang paling tabu untuk menemukan kembali percikan yang hilang. Mereka menawarkannya bukan sebagai permainan, melainkan sebagai sebuah terapi.
Metodenya? Terapi Keharmonisan Dengan Bertukar Pasangan. Sebuah eksperimen di mana selama akhir pekan, Nita akan belajar tentang kelembutan dari Bram, sementara Danang akan dipaksa untuk menyalakan kembali sisi liarnya oleh Tuti. Awalnya terasa seperti dosa, namun dibungkus dengan janji pemulihan, keempatnya setuju untuk menjalani sesi terapi paling intim dan berbahaya ini, berharap bisa menemukan kembali jalan pulang ke pasangan mereka masing-masing.
Namun, terapi ini memiliki efek samping yang tak terduga. Sentuhan yang seharusnya hanya menjadi pelajaran, berubah menjadi candu. Percakapan yang seharusnya hanya menjadi pembanding, berubah menjadi ikatan emosional yang mendalam. Aturan-aturan mulai dilanggar, hasrat terlarang mulai tumbuh di hari-hari terlarang, dan garis antara terapi dan perselingkuhan menjadi semakin kabur hingga nyaris tak terlihat.
Pada malam penutupan, sesi terapi terakhir mereka tidak lagi tentang menemukan jalan kembali, melainkan tentang menciptakan jalan yang baru. Di atas satu ranjang yang sama, empat tubuh dan empat jiwa yang telah saling terikat harus menghadapi pertanyaan pamungkas. Apakah terapi ini benar-benar berhasil membawa keharmonisan? Ataukah mereka hanya berhasil menyembuhkan luka lama dengan menciptakan luka baru yang lebih dalam, lebih nikmat, dan mustahil untuk disembuhkan?
Contents:
1. Apartemen yang Dingin—1
2. Tetangga Baru—21
3. Permainan Terlarang—37
4. Kesepakatan di Meja Makan—57
5. Sentuhan Pertama—77
6. Sisi Lain Danang—101
7. Gema di Hari Senin—119
8. Candu Akhir Pekan—133
9. Pelanggaran di Hari Kerja—151
10. Pelanggaran yang Setara—165
11. Embun Pagi di Ranjang Dosa—197
12. Kotak Pandora—211