Ia tidak bicara banyak, tapi ia punya cara unik untuk menyampaikan segalanya — lewat ekspresi wajah dramatis, bahasa tubuh eksentrik, dan roti panggang sebagai bentuk komunikasi universal.
Dalam petualangan 30 bab ini, kita akan mengikuti perjalanan Mr. Bean dari kotanya yang damai hingga ke pelosok dunia: Islandia, Paris, gurun pasir, markas intelijen rahasia, hingga sidang PBB. Ia menjadi duta perdamaian tanpa pidato, penyelamat roti panggang dari konspirasi global, dan akhirnya pulang sebagai pahlawan nasional… meskipun tidak tahu apa artinya.
Cerita ini bukan hanya tentang kelucuan dan tingkah lakunya yang seringkali memicu kekacauan. Lebih dari itu, novel ini menyelipkan pesan sederhana yang dalam:
> Bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari hal-hal besar.
> Bahkan roti panggang bisa menjadi jawaban atas pertanyaan hidup.
Novel ini ditulis dengan semangat absurditas, rasa cinta pada karakter ikonik bernama Mr. Bean, dan sedikit campur tangan panci bekas yang sepertinya punya jiwa sendiri.
Jika kamu mencari cerita yang ringan, lucu, dan kadang membuatmu bertanya, “Apa maksud semua ini?” — maka kamu berada di tempat yang tepat.
Selamat membaca,
dan jangan lupa simpan satu potong roti untuk Mr. Bean.
Penulis, tinggal di Singosari Kabupaten Malang