"Hwek! Amit-amit! Nggak bakalan! Nggak akan pernah! Camkan itu!"
Aku menggelengkan kepala berkali-kali dengan cepat. Dih! Apalah ini? Percakapanku bersama Yusra waktu itu, kenapa terus menari-nari di kepala?
Aku tidak membencinya. Hanya saja tak menyukainya. Kami dulu pernah pacaran waktu SMA. Itupun hanya satu minggu karena memang hubungan itu desakan dari teman-temanku.
Yusra. Siswa culun berkacamata yang seragamnya rapi dimasukkan celana. Ia selalu menjadi bintang kelas. Prestasinya tak dapat diragukan lagi. Dan itu yang membuatku mau mendekatinya. Berpacaran selama seminggu hanya sekadar memanfaatkan saja. Astaghfirullah. Betapa jahatnya aku dulu.