Dia menoleh, dan untuk pertama kalinya, aku melihat sesuatu di matanya—bukan ketakutan, tapi kilatan kecil yang tak bisa kutebak.
“Aku… aku nggak takut,” katanya, suaranya lebih tegas dari yang kuduga. Aku tersenyum lebar, merasa kemenangan sudah di tangan.
“Kalau gitu, main sama aku,” kataku, mengetuk papan catur itu.
“Satu ronde. Kalau aku menang, kamu harus mencium kakiku. Kalau kamu menang…” Aku berhenti, menjilat bibirku pelan.
“Terserah kamu mau apa sama aku.”
Dia menatapku lama, lalu mengangguk pelan. Permainan dimulai, dan aku sengaja bermain sembrono—membungkuk lebih dalam hingga payudaraku hampir keluar dari atasan, menggoyang kakiku agar dia kehilangan fokus. Tapi Adi… dia tak tergoda. Matanya tajam, jari-jarinya bergerak cepat di papan, dan dalam waktu singkat, dia berkata, “Skakmat.” (Hal 17-19)
***
Adi hanyalah mahasiswa biasa, kutu buku yang lebih sering terlihat di perpustakaan kampus dengan papan catur kecilnya ketimbang di keramaian. Dengan kacamata murahan yang selalu miring dan pakaian kusut, dia adalah definisi "cupu" di mata orang-orang. Tapi di balik sikap pendiam dan fokusnya pada strategi catur, ada sesuatu yang tak pernah diperhitungkan siapa pun—termasuk tiga gadis paling populer di kampus: Rani, Wiwiek, dan Wina. Apa yang dimulai sebagai pertemuan tak sengaja di sudut perpustakaan sepi berubah menjadi permainan yang jauh lebih besar dari papan catur.
Rani, sang primadona dengan pesona memikat, tak pernah menduga akan tertarik pada sosok seperti Adi. Awalnya, dia hanya ingin menguji anak culun yang terlihat tak punya nyali itu. Tapi saat bidak-bidak catur mulai bergerak, dia menemukan bahwa Adi bukan lawan yang bisa diremehkan—baik di papan maupun di luar papan. Pertemuan mereka memicu reaksi berantai, menyeret Wiwiek yang licik dan Wina yang penuh semangat ke dalam pusaran yang sama. Siapa sangka, seorang "cupu" bisa mengubah aturan main begitu drastis?
Di ruang klub catur yang remang-remang, di bawah lampu bohlam yang berkedip, rahasia Adi perlahan terkuak. Wiwiek, dengan kecerdasan tersembunyi di balik sikap kalemnya, mulai memandang Adi dengan mata baru. Wina, yang selalu penuh energi dan tantangan, tak bisa menahan diri untuk ikut menguji batas kemampuan anak catur itu. Ketiganya, yang awalnya sahabat tak terpisahkan, kini terjebak dalam permainan yang tak hanya mengandalkan logika, tapi juga insting dan keberanian. Dan Adi? Dia hanya tersenyum, membiarkan mereka mendekat tanpa pernah kehilangan kendali.
Malam demi malam, ruang klub catur menjadi saksi bisu dari perubahan yang tak terduga. Apa yang dimulai sebagai taruhan kecil berubah menjadi ikatan yang mengikat mereka berempat dalam cara yang tak pernah mereka bayangkan. Adi, yang dulu hanya dikenal sebagai si kutu buku, kini berdiri sebagai pusat dari trio gadis yang tak bisa melepaskannya. Tapi di balik semua itu, ada pertanyaan yang menggantung: seberapa jauh permainan ini akan membawa mereka, dan apa yang akan tersisa ketika bidak terakhir jatuh?
Dikira Cupu Ternyata Suhu adalah kisah tentang strategi, kejutan, dan transformasi. Dari perpustakaan yang sepi hingga kamar asrama yang penuh rahasia, Adi membuktikan bahwa penampilan bisa menipu, dan kekuatan sejati tak selalu terlihat di permukaan. Bersiaplah untuk terpikat oleh pergulatan cerdas dan dinamika yang membara antara empat jiwa yang tak pernah menyangka akan saling membutuhkan. Bisakah kamu menebak langkah berikutnya, atau akankah Adi selalu selangkah di depan?
***
Daftar Isi
Namaku Rani—1
“Langkah Catur yang Membakar”—9
Aku dan Mangsa Baruku—11
Godaan di Bawah Lampu Perpustakaan—14
Ruang Klub yang Panas—19
Obsesiku Padanya—31
Permainan yang Tak Berakhir—35
Rani yang Menyerah Total—43
Obsesi yang Abadi—47
“Papan Catur dan Tombol Panas”(POV Wiwiek)—49
Cerita Rani yang Membakar—51
Godaan Pertama, Kegagalan di Klub Catur—53
Rencana Kedua, Komputer Rusak di Kamar—57
Puncak: Adi yang Bringas—61
Wiwiek yang Tergila-gila dan Rahasia yang Tersimpan—65
“Pesta dan Permainan Panas” (POV Wina)—69
Pengenalan: Cerita Rani yang Menggoda—71
Pesta Kampus: Permainan yang Menggoda—73
Eskalasi: Dari Pesta ke Kamar—76
Puncak: Adi yang Liar—78
Wina yang Kecanduan dan Rahasia yang Tersimpan—81
“Empat Bidak di Papan Panas”—85
Ketegangan Terselubung—87
Pergoki Wina: Kejutan di Ruang Klub Catur—90
Dari Konfrontasi ke Kolaborasi—93
Adi Menyembur—96
Ikatan Baru—99
Bayangan di Balik Papan Catur (POV Adi)—103
Rani dan Meja Perpustakaan—111
Wiwiek dan Rencana di Kamar—120
Wina dan Pesta Malam—128
Ketegangan di Ruang Klub—134
Istirahat yang Memanas—139
Permainan Berempat yang Meledak—147
Ikatan di Bawah Lampu Redup—152
Permainan Terakhir Malam Itu—158
Papan Catur yang Hidup—164