Zed, pemimpin dingin yang tak pernah ragu membunuh.
Zion, bagaikan api liar, brutal dan tak terkontrol.
Kalif, diam dan sadis seperti kematian itu sendiri.
Ishara, tengil, nyaring, dan menertawakan darah.
Darda, hacker pendiam yang mengintai dan menusuk dari balik layar.
Wallmond, beku tanpa emosi, hidup dalam kehampaan.
Famael, tampak lembut tapi menyimpan keinginan untuk menyiksa jiwa.
Mereka bukan sekadar sahabat. Mereka keluarga yang lahir dari kehancuran. Dibesarkan oleh dendam. Dipersatukan oleh tujuan kelam.
Namun, hidup mulai bergeser saat takdir mempertemukan mereka dengan tujuh gadis muslimah-perempuan sederhana yang hadir tanpa niat, tanpa senjata, tapi perlahan-lahan merobohkan benteng besi di hati mereka.
Almira tak pernah takut pada Zed.
Kamila mampu menahan amarah Zion tanpa satu tetes air mata.
Rahma menatap luka Kalif seperti ia ingin menyembuhkan, bukan menghakimi.
Afifah menantang Ishara dengan zikir, bukan teriakan.
Alya memahami keheningan Darda lebih dalam dari siapa pun.
Azizah mendengar Wallmond bahkan saat dunia membungkamnya.
Nabila menyentuh sisi Famael yang bahkan tak ia tahu masih hidup.
Di tengah misi berdarah, rahasia masa lalu mulai terungkap-mereka bukan hanya pelaku, tapi korban dari permainan yang jauh lebih besar. Dan saat cinta mulai tumbuh di tanah yang kering, mereka harus memilih:
melanjutkan dendam, atau menyelamatkan cinta yang membuat mereka merasa hidup untuk pertama kalinya.
Karena dalam hidup yang penuh kematian...
mereka hanya butuh satu hal untuk selamat: seseorang yang melihat mereka sebagai manusia.