Ziza adalah sosok yang tampil dengan sederet puisi kehidupan. Lingkungan desa Tagiri yang polos, sejarah hidupnya di masa kanak-kanak dan, silsilah keluarga yang dramatis, serupa arus yang tak henti mengitarinya sepanjang waktu, di sepanjang hari-harinya setelah meninggalkan Tagiri, dan menginjak area baru : bumi Jakarta.
Berada di Jakarta, ia merasa seperti tegak di sekitar bara. Panas, menyilaukan dan penuh suara-suara asing, yang tak pernah ditemuinya di Tagiri. Menurutnya, Jakarta layaknya bentangan samudera yang melahirkan gelombang dahsyat. Tapi memiliki nyanyian angin indah di sepanjang pantainya yang berpasir putih. Di atas samuderanya, ribuan perahu berusaha bertahan, menaklukkan ganasnya gelombang dan terjangan badai, untuk berlabuh di tepian pantainya. Sebagian besar perahu dipaksa tenggelam dan mengubur impian seluruh penumpangnya. Jakarta adalah dunia khayalan yang menggetarkan di atas semesta yang tak ramah. Ia hanya setitik cahaya yang dikepung kegelapan.
Pertemuan dan persahabatannya dengan anak-anak jalanan di sekitar tugu Pancoran, membawa Ziza menemukan tempat yang tepat, sebagai media penjelajahan bagi dunia kanak-kanaknya yang hilang. Di area tanah kosong ~ bersama anak-anak jalanan ~ ia menyemai makna kebersamaan, kebebasan dan cinta. Di tengah-tengah mereka, ia merasa berarti dan memiliki mimpi-mimpi.
Dan perjumpaannya kembali dengan teman semasa SMA ~ Jangkaru ~ melabuhkan dirinya dalam irama romantik, penuh getar kerinduan, sarat khayalan-khayalan, lalu menjalani hari dengan arus cinta yang damai dan misterius.
Memang, ia dipaksa menghadapi warna-warna masalah, yang ia tidak dipersiapkan untuk itu. Namun ketegaran cintanya, telah berhasil menempatkan dirinya sanggup menghadapi semua terjangan masalah hingga titik detailnya.
Ziza, layaknya telah didesain untuk menjadi gerbang bagi impian anak-anak jalanan : mereka yang kehilangan dunia masa kecil. Mereka yang lenyap dari peta perhitungan lingkungan sekitarnya, bahkan dari sistem negara, yang seharusnya bertanggung jawab atas sejarah kehidupan mereka. Mereka adalah anak-anak langit yang berserak di bumi tanpa matahari.
Prolog
Ia hadir seperti partikel yang memiliki daya rekat luar biasa, sekaligus membawa panorama yang meneduhkan. Lalu area tanah kosong itupun menjadi kediamannya untuk menebar pesona, menanam cinta dan menyerap energi yang bersilangan di sekitarnya.
Di kota ini, di Jakarta, setiap saat melahirkan generasi baru di dalam nuansa dan geografi yang berbeda. Sebagian beredar pada wilayah yang hangat dan menentramkan, sehingga jalan hidup mereka bergerak mulus, seolah tanpa masa lalu, tanpa sejarah atau sesuatu yang menyakitkan. Namun sebagian besar generasinya lahir dari rahim yang penuh catatan gelap. Sehingga mereka perlu waktu panjang untuk menemukan jalan hidup, dan menggenggamnya. Dalam sejarah panjangnya, Jakarta terlalu angkuh untuk mereka. Dan, di kawasan inilah, ia datang.
Area tanah kosong dekat tugu Pancoran, sangat sibuk dengan suara anak-anak jalanan, suara kondektur bus kota, atau suara silangan desing kendaraan. Berdiam diri di sekitarnya, seketika menghadirkan dilema menyesakkan. Disana-sini, hilir mudik wajah gelisah anak-anak yang harus bertarung melawan kehidupan. Sehingga mereka harus meninggalkan dunianya sendiri : dunia anak-anak.
Dan, dengan semangat dan tulisan masa lalunya, ia mendekati mereka, bersahabat dengan mereka lalu melangkah bersama mereka, meniti arus yang bergetar melawannya. Anak-anakpun menyambut dengan suka cita. Lalu mereka melakukan sebuah kegiatan di setiap sore harinya.
Bermodal cinta, kecermelangan otak, dan ketegaran jiwa, ia dapat berlalu lalang dengan bebas di antara anak-anak. Perlahan namun pasti, area tanah kosong itu pun berubah warna. Setiap sore, terdengar suara celoteh mereka yang bertanya tentang banyak hal, terdengar nyanyian Indonesia Raya, dan terkadang suara anak-anak mengaji.
Tapi setiap perjalanan akan dihadapkan pada masalah. Setelah pertemuannya dengan Pak Daming ~ lelaki yang membawanya dapat berteduh dengan damai di bumi Jakarta ~ ia berjumpa dengan seorang pemuda, yang membuatnya terbang dalam kerinduan-kerinduan.
Pemuda itu ~ Jangkaru ~ adalah pribadi yang selalu kagum dengan nuansa alam, atau situs-situs sejarah. Sebuah karakter yang menyebabkan dirinya tak bisa menjalin hubungan akrab dengan kedua orang tuanya ~ yang menginginkan dirinya hadir sebagai generasi satu-satunya penerus dan pewaris sebuah perusahaan besar.
Kemunculan Jangkaru, bukanlah satu-satunya persoalan yang harus ia hadapi.
Jauh sebelumnya, ia dipaksa berhadapan dengan Bawakare. Seorang pemuda yang merasa memiliki semua habitat di sekitar tugu Pancoran. Disusul kemudian dengan hadirnya Hambari dan Hambara, yang datang membawa persoalan berbeda.
Namun rasa cinta, rasa persahabatan dan rasa kebersamaan adalah komponen keindahan yang sanggup tegak bertahan melawan gelombang ancaman, tekanan, ketakutan dan kegelisahan. Dan, ia adalah potret jelas gambaran itu.
Ia tidak lahir dari rahim yang eksklusif. Bahkan masa lalunya tampak samar. Ia tumbuh dewasa sebagai kesatuan dari penggalan sejarah yang tak indah. Ia pun tidak dilingkari warna kemewahan. Namun dalam kesahajaannya, dalam kepolosan cintanya, ia muncul sebagai dermaga yang menyejukkan. Ia serupa rembulan yang mengeluarkan energi magnet sehingga sanggup menarik helai demi helai semua rangkaian di atas semesta bumi.
Ia ~ Ziza ~ adalah matahari sekaligus rembulan bagi anak-anak. Saat ia memulai kegiatan di area tanah kosong, ia tegak menatap langit. Lalu katanya. “Terkadang Tuhan memulai sesuatu dari hal yang tak terduga atau hal yang tak bermakna!” dan, ia ingin membuktikan itu.
Dan sesungguhnya mereka ialah anak-anak langit yang selalu berharap datangnya wajah rembulan dan cahaya matahari.
ZHAENAL FANANI LAHIR 07 MARET DI DAMPIT, MALANG, JAWA TIMUR.
PENDIDIKAN SD NEGERI DAMPIT 1, MTSN MALANG, MA MALANG DAN UNISMA.
BEBERAPA TAHUN NYANTRI DI PONDOK PESANTREN RAUDALATUL MUTA’ALLIMIEN DAN PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SHIROTUL FUQOHA’, MALANG.
KURUN 1993 – 1997 MENULIS SERIAL SILAT
PENDEKAR MATA KERANJANG 12 EPISODE ( CINTA MEDIA, JAKARTA ) JOKO SABLENG 53 EPISODE ( CINTA MEDIA, JAKARTA )
PENDEKAR SERIBU BAYANGAN 18 EPISODE ( KARYA ANDA, SURABAYA ) NOVEL YANG TELAH DITERBITKAN :
MADAME KALINYAMAT ( DIVA PRESS, 2009 ) TSU ZHI ( DIVA PRSS, 2009 ) KANTATA ABABIL ( DIVA PRESS, 2010 ) TROY ( DIVA PRESS, 2010 ) THE CRONICLE OF JENGISKHAN (
DIVA PRESS, 2010 ) AEROMATICAL ( DIVA PRESS, 2010 ) SUJUDILAH CINTAMU ( DIVA PRESS, 2011 ) GERBANG DUNIA KETIGA ( DIVA PRESS, 2011 ) TABUT ; ARK OF COVENANT ( DIVA PRESS, 2011 ) ANAK-ANAK LANGIT ( DIVA PRESS, 2011 ) SHEMA ; WHIRLING DERVISH
DANCE ( DIVA PRESS, 2011 ) SENJA DI ALEXANDRIA ( DIVA PRESS, 2011 ).