Buku ini juga akan menyingkap relung-relung terdalam dari elemen pemikiran mereka yang dapat mewujudkan suka cita kaum intelektual dan memberikan pelajaran pada para cendikiawan. Yang saya maksud di sini adalah persoalan-persoalan akidah dan pendapat-pendapat yang menjadi medan perdebatan dengan kelompok mayoritas umat Islam.âImÃĸm al-GhazzÃĸlÃŽ
Inilah Tahafut al-Falasifah karya paling monumental sang Hujjah al-IslÃĸm ImÃĸm al-GhazzÃĸlÃŽ, yang telah menetapkan panggung penyerangan paling sukses terhadap legitimasi dan bahasa pertanyaan logosenterik tentang wujÃģd (being).
Sampai Ibnu Rusyd (520/1126-595/1198) menulis pembelaan paling brilian terhadap filsafat dalam TahÃĸfut at-TahÃĸfut, cengkeraman kutukan Al-GhazzÃĸlÃŽ terhadap filsafat melalui karya ini sangat menggurita.
Akan tetapi, justru berbarengan dengan itu, karya ini telah menjadikan diskursus filsafat di dunia Islam saat itu, bahkan hingga kini, menjadi sehat dan penuh gairah.
Diskursus filsafat Islam khususnya, serta diskursus filsafat di dunia Islam pada umumnya, tidak mungkin melepaskan rujukannya pada salah satu dari dua karya klasik yang telah menjadi cikal bakal perkembangnnya: Hikmah al-Israq karya As-Suhrawardi âal-Maqtulâ, serta karya yang sekarang ada di tangan Anda, TahÃĸfut al-Falasifah karya ImÃĸm al-GhazzÃĸlÃŽ.
ABU HÃĸmid al-GhazzÃĸlÃŽ dilahirkan pada pertengahan abad ke-5 H, bertepatan dengan tahun 450 M di ThÃģs, sebuah kota di KhurÃĸsÃĸn. Tidak lama setelah kelahirannya, ayahnya meninggal dunia. Pada masa kecil, Al-GhazzÃĸlÃŽ hidup dalam kemiskinan. Tetapi ia mendapat bimbingan seorang sufi, yang kelak me-masukkannya ke satu sekolah penampungan anak-anak tak mampu.
Di ThÃģs, Al-GhazzÃĸlÃŽ belajar berbagai ilmu pengetahuan. Setelah itu, ia pergi ke JurjÃĸn, kemudian ke NaisabÃģr, pada saat Imam Haramain âCahaya Agamaâ, Al-JuwainÃŽ, menjabat sebagai kepala Madrasah NizhÃĸmiyyah. Di bawah asuhan Al-JuwainÃŽ ini, Al-GhazzÃĸlÃŽ mempelajari ilmu fiqh, ushÃģl, manthiq, dan kalÃĸm, hingga kematian memisahkan keduanya ketika Al-JuwainÃŽ meninggal dunia. Pada tahun 478 H, Al-GhazzÃĸlÃŽ keluar dari NaisabÃģr menuju ke Muâaskar dan ia menetap di sana sampai diangkat menjadi tenaga pengajar di Madrasah NizhÃĸmiyyah di Baghdad pada tahun 484 H. Di tempat ini, Al-GhazzÃĸlÃŽ mencapai puncak prestisius dalam karir keilmuannya, sehingga kuliahnya dihadiri oleh tiga ratus ulama terkemuka.