Shalat: (dalam hati) Aku adalah harapan, aku adalah kesempatan untuk berbicara langsung dengan Sang Pencipta. Namun, mengapa seringkali aku ditinggalkan begitu saja?
Shalat: (dengan lirih) Aku telah menangis dalam keheningan malam. Aku menangis karena tak jarang aku diabaikan, dianggap sepele, atau bahkan ditinggalkan begitu saja.
Shalat: (dengan suara terisak) Air mataku mengalir karena menyaksikan betapa banyak momen yang terlewatkan. Momen untuk bersujud dengan tulus, momen untuk berbicara dari hati ke Sang Khalik.
Shalat: (dengan tekad) Namun, meskipun banyak momen terlewatkan, aku masih ada. Aku adalah rahmat yang selalu mengalir, siap menemani manusia dalam suka dan duka.
Shalat: (dengan lembut) Aku bukanlah sekadar kewajiban, aku adalah jembatan menuju ketenangan, kesejahteraan, dan kedekatan dengan-Nya. Aku menangis, bukan untuk meminta pengakuan, tetapi agar manusia menyadari betapa besar keberkahan yang terdapat dalam setiap sujudku.
Kita mungkin sering kali terlalu sibuk dengan dunia dan lupa bahwa shalat adalah kesempatan berharga untuk berkomunikasi dengan Sang Pencipta. Marilah kita mendekatkan diri kepada-Nya dengan tulus dan penuh perasaan. Jangan biarkan shalat menangis lagi, tetapi biarkan air mata itu menjadi tanda kesedihan kita akan perasaan yang telah terabaikan selama ini. Shalat adalah sahabat setia kita, mari kita hargai dan kembalikan kehormatan yang seharusnya ia terima.
Buku ini mengajak Anda untuk merenung tentang makna sebenarnya dari Shalat dan penghambaan kita kepada sang Khalik.
Persembahan dari Penerbit Buku Digital DgBooks. (Mirqat Group)