Rayu Jeha istriku yang sudah Tujuh tahun ini menemaniku. Wanita polos yang aku nikahi karena perintah dari Ibu. Jeha dulu gadis kampung dan seorang yatim piatu yang begitu sabar merawat Ibu, saat beliau terserang stroke. Jeha yang menjaga hingga Ibu pulih kembali.
Tak ada yang sanggup merawat Ibu, karena kecerewetannya. Tapi, Jeha mampu menaklukkan Ibu sampai ibu benar-benar jatuh cinta padanya dan memaksaku menikah dengan wanita kampung itu.
“Iya, boleh. Nanti Mas bantu modalin ya...” Jeha berteriak senang. Wajahnya berbinar. Tak apalah memberikan modal agar dia ada kesibukan dan hubunganku dengan Ratih yang sudah dua tahun ini aman.
Sejak saat itu, Jeha mulai sibuk. Tak pernah lagi meributkan waktuku yang habis untuk Ratih. Bahkan, jatah uang bulanan yang dipotong pun tak menjadi soal bagi Jeha.
Wanita itu telah sibuk dengan dunianya. Saat aku keluar kota berminggu-minggu tentu saja membawa Ratih, Jeha tak pernah protes. Sambutan nya tetap hangat. Anak-anak mulai acuh denganku. Tapi, itu menjadi kesenangan tersendiri bagiku.
Biasanya Keyla dan Kevin akan merengek saat aku pergi dihari libur. Tapi, sekarang tak pernah lagi. Mereka lebih memilih diam dikamar, atau ikut Bunda nya ke Warung. Ah paling juga warung kecil-kecilan yang dirintis oleh wanita polos itu.