Ketika kita bersepakat bahwa literasi bukan sekedar kemampuan membaca buku, maka upaya mengembangkan literasi tidak melulu proses membaca buku.
Pada suatu hari saya diundang menjadi pembicara diskusi daring di Komunitas Guru Belajar di sebuah daerah. Selesai diskusi, ada salah satu peserta yang japri untuk mengajukan pertanyaan.
…ttg praktik pak bukik yg mengajar literasi dengan tanpa perlengkapan apa2. Njenengan beberapa hari yg lalu menjelaskan bahwa anak2 membaca batang pohon, membaca komposisi sampah, atau membaca susunan dan bentuk gedung..
Teknisnya bagaimana pak? Sama sekali blm terbayangkan dalam pikiran saya, bagaimana anak membaca batang pohon, kemudian mendapat pengetahuan dari sana, tidak juga terbayangkan bagaimana mereka mengolah dan menggunakan pengetahuan tsb…
Apakah Anda punya pertanyaan serupa? Sebenarnya pertanyaan tersebut wajar ditanyakan, terutama bila selama ini terbiasa mengajar sebatas di ruang kelas dan mengacu hanya pada buku teks pelajaran.
Belajar adalah menguasai suatu kompetensi pada sebuah situasi yang digunakan dalam suatu situasi kehidupan nyata. Perhatikan ada dua kata situasi pada kalimat tersebut. Situasi belajar dan situasi kehidupan. Situasi belajar, situasi dimana anak mendapatkan kompetensi. Situasi kehidupan, situasi dimana anak menggunakan kompetensi. Pendidikan berhasil bila anak bisa melakukan transfer dari situasi belajar ke situasi kehidupan.
Masalahnya, kebiasaan pendidikan kita memisahkan begitu jauh antara situasi belajar dengan situasi kehidupan secara ruang maupun waktu. Kata anak zaman now, pendidikan membuat situasi belajar dan situasi kehidupan jadi LDR-an.
Contoh sederhana. Anak belajar menguasai penjumlahan. Situasi belajar: buku teks atau LKS. Kapan anak menggunakan penjumlahan dalam situasi kehidupan? Seringkali anak tidak mendapat kesempatan dan arahan untuk menggunakannya. Penggunaan penjumlahan seringkali terjadi secara insidentil. Bila orangtua peduli dan mempunyai kesadaran dalam mendidik maka sang anak beruntung karena segera mendapat stimulus dan kesempatan menggunakan kemampuan menjumlah pada situasi kehidupan.
Biasanya pada kebanyakan lingkungan pendidikan kita, semakin kompleks kompetensi yang dipelajari maka semakin jauh jarak antara situasi belajar dengan situasi kehidupan. Kompetensi seperti kreativitas, empati, atau pengambilan keputusan. Bahkan banyak anak sampai 18 tahun lebih bersekolah pun, tidak mendapatkan kesempatan mendekatkan jarak antara situasi belajar dengan situasi kehidupan.
Padahal menghubungkan situasi belajar dan situasi kehidupan tidak lah sulit. Tidak butuh modal besar. Tidak butuh fasilitas mewah. Apa yang dibutuhkan? Guru merdeka belajar. Guru yang mengajar bukan sekedar mematuhi kurikulum dan arahan dari atasan, tapi mengajar dengan berorientasi pada anak. Guru yang peduli pada kualitas pengalaman belajar anak.
Guru merdeka belajar akan mencari cara bagaimana menghubungkan kompetensi yang menjadi tujuan belajar dengan kehidupan nyata. Bagaimana penjumlahan digunakan anak dalam beragam konteks, rumah, kebun, sawah, jalan atau pasar? Semisal, guru memberi tugas pada anak untuk mengenali bunga yang menarik di kebun dan menghitung jumlahnya. Guru memberi tugas mengenali berapa corak di sebuah batang pohon dan membuat kategori corak pohon.
Setelah panjang lebar, baru ketemu jawaban membaca batang pohon?
Huruf dan angka adalah perkakas buatan manusia yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah dan menggunakan pengetahuan yang didapatkan dari pengamatan maupun dari imajinasi. Energi adalah perkalian massa dengan kecepatan kuadrat adalah hasil imajinasi Einstein yang berawal dari pertanyaan bagaimana jadinya bila kita duduk di ujung cahaya yang melintasi semesta. Tekanan adalah hasil pembagian gaya dengan luas penampang berawal dari pengamatan Newton terhadap apel yang jatuh dari pohon. Teori tahap perkembangan anak berawal dari pengamatan Piaget terhadap tumbuh kembang anaknya. Sayangnya, anak-anak kita dituntut menguasai pengetahuan hasil imajinasi dan pengamatan orang lain, tapi tidak mendapat kesempatan berimajinasi dan melakukan pengamatan fenomena di lingkungan sekitar.
Jadi, penting mengembalikan literasi menjadi sesuatu yang bermakna bagi anak dan kehidupannya. Beri kesempatan berimajinasi. Beri kesempatan melakukan pengamatan. Minta mereka mewujudkan hasil imajinasi dan hasil pengamatan dalam bentuk nyata, menggunakan gambar, suara, gerak, maupun huruf dan angka.
Dengan cara berpikir demikian, maka program literasi bisa menjadi jauh lebih kreatif. Program literasi tidak lagi semata menjadi urusan kekurangan fasilitas atau buku penunjang. Program literasi menjadi sesuatu yang berakar pada kebiasaan sehari-hari dan melekat pada lingkungan sekitar. Pada titik tersebut, program literasi adalah pintu masuk menuju terbentuknya budaya literasi. Literasi yang dipraktikkan sehari-hari.
Surat Kabar Guru Belajar Edisi ke-22 ini menampilkan tulisan Guru Merdeka Belajar yang mempraktikkan pengajaran literasi yang melekat pada lingkungan sekitar. Pengajaran literasi yang mensyaratkan kreativitas dan bukan fasilitas yang dimiliki sekolah. Ada banyak contoh nyata yang bisa menjadi sumber inspirasi buat Anda untuk menjadi bagian dari Guru Merdeka Belajar
Silahkan ambil minuman dan kudapan, cara posisi nyaman dan nikmati Surat Kabar Guru Belajar yang disusun oleh guru untuk guru. Bila bermanfaat, pastikan dipraktikkan dan disebarkan ke rekan guru yang lain.
Jadi, membaca apa kita hari ini?
Salam merdeka belajar!