"Aku mau keluar. Jika kau lapar, silahkan makan duluan. Ada Bi Eti yang akan melayanimu di rumah ini. Kalau mengantuk, tidur saja, jangan menungguku!" jawab Mas Damian tanpa menoleh. Ada yang berdenyut nyeri di dalam sana, sebongkah daging yang mampu menampung luka tak terlihat.
Mas Damian berlalu, tak membiarkanku bertanya lagi. Aku bahkan tak sempat mencium punggung tangannya. Entah ada urusan apa hingga dia pergi di malam pengantin kami.