-> -> bit.ly/andini-citras <- <-
*
Keunggulan Ebook ini:
- Halaman Asli, tersedia header dengan judul bab
- Baca dengan keras, Menjadi audio book dengan dibacakan mesin berbahasa Indonesia
- Teks Mengalir, menyesuaikan ukuran layar
- Ukuran font dan jarak antar baris kalimat bisa diperbesar atau perkecil sesuai selera
- Bisa ganti jenis font
- Warna kertas/background bisa diubah menjadi Putih, Krem, dan Hitam
----------
Contents
Mobil Mogok Ditengah Jalan—1
Dilecehkan Dua Pria—21
*
Sinopsis
Sudah jatuh ketiban tangga pula, itu yang dialami Merry. Wanita cantik ini ingin menenangkan dirinya dengan pergi ke Bandung setelah sebelumnya ia mendapati tunangannya selingkuh dengan gadis lain. Rencana ingin refreshing, namun malang, di malam hari dengan kondisi jalanan yang sepi, mobil yang ia kendarai mogok total dengan kondisi asap keluar dari kapnya. Ditengah kekalutan untung mobil Box yang berhenti dan bersedia membantunya. Namun apa yang gadis cantik itu kira datangnya pertolongan malah ini awal datang bencana baginya.
*
Pratinjau
Laki-laki brengsek!, Merry mengumpat seraya menekan pedal gas Cielonya dalam-dalam. Ia saja melewati pintu tol menuju Bandung, tapi pikirannya masih mengingat kejadian siang tadi ketika ia melihat Rendy, tunangannya sedang menyuapkan sesendok makanan ke seorang wanita di sebuah café. Ketika Merry mendekati mereka wajah Rendy langsung pucat dan tergagap-gagap ia menjelaskan yang diyakini oleh Merry tidak ada satu pun yang bisa dipercaya.
Oleh karena itu, ia memutuskan untuk berakhir pekan ke Bandung. Melupakan kekesalan hatinya. Ia langsung berangkat sepulang kerja, setelah mengepak keperluan secukupnya untuk berakhir pekan, Merry langsung berangkat menuju rumahnya yang ada di pinggiran kota Bandung.
Setelah beberapa saat keluar dari pintu tol, dan hari sudah gelap, sekitar pukul 8 malam. Tiba-tiba mesin mobilnya berbunyi aneh. Tanpa disangka-sangka asap mengepul dari kap depan mobilnya menutupi dan mesin mobilnya langsung terbatuk-batuk dan berhenti. Dengan sisa-sisa tenaga, mobil itu berhasil dikemudikan ke pinggir jalan oleh Merry yang kebingungan dan panik melihat asap yang mengepul dari depan.
Merry masih berusaha untuk menyalakan lagi mesin mobilnya, tapi siasia. “Shit!” Merry keluar dari mobil dan menemukan dirinya ada di pinggir jalan yang gelap, sumber cahaya hanya dari bulan purnama yang sedang bersinar. Hampir tidak ada mobil yang lewat, sedangkan tidak ada tanda-tanda di sekitar situ ada rumah penduduk.
“Damn, gue mesti nginep di mobil, sialan!”, Merry menendang ban mobilnya. Udara sekitar situ agak panas, untung Merry hanya mengenakan t-shirt dan celana pendek, sehingga panasnya udara tidak begitu mengganggunya. Sedangkan untuk makanan, ia sudah mempersiapkan bekal untuk selama di perjalanan, biarpun seadanya tapi cukup untuk mengganjal perut.
Tapi Merry masih tetap berharap akan ada mobil yang lewat yang bisa membawanya ke bengkel atau wartel sehingga ada yang bisa menjemputnya. Rupanya Merry tidak usah menunggu terlalu lama. Tak berapa lama terdengar suara deru kendaraan mendekat, lalu terlihat sepasang lampu, makin lama makin terang dan terlihat sebuah mobil box mendekati tempat Merry. Merry langsung berdiri di tepi jalan dan melambai-lambaikan kedua tangannya.
“Haaii! Tolong Aku!”.
Boks itu berhenti dan minggir dua orang keluar. Yang satu berbadan hitam dan besar serta berotot, sedangkan yang satu lagi botak, dengan badan kekar. Merry sempat ragu-ragu menghadapi kedua orang yang tampaknya kasar-kasar itu, tapi dirinya sangat membutuhkan tumpangan, dan ia berdoa agar tidak terjadi apa-apa.
“Ada yang bisa aku bantu, Non?”, tanya Botak dengan sopan, sementara Hitam diam dan hanya tersenyum tipis.
“Mobil aku tau-tau keluar asepnya. Terus mesinnya mati enggak mau jalan lagi”.
“Sial banget ya Non”, jawab Botak sambil melirik kaki Merry yang panjang.
“Bener. Padahal aku mesti tiba ke Bandung hari ini juga. Bapak-bapak bisa bantu aku?”.
“eeh, bisa Non, mungkin kepanasan atau ada yang bocor. Bisa pinjam kuncinya Non?”.
Merry merogoh saku celana pendeknya dan memberikan kunci Cielonya. Saking leganya ia tidak melihat Hitam dan Botak bertukar pandang dan menyeringai.
“Tunggu sebentar ya Non. Kita mesti periksa dulu mobilnya”, kata Botak sambil menerima kunci dari Merry. Merry memberikan senyumnya yang paling manis sebagai tanda terima kasih, dan ia lalu berjalan-jalan sekitar situ melemaskan kakinya yang kaku selama mengemudi.
“Waduuh!”, Botak berteriak ketika asap menyembur keluar dari kap yang ia buka.
Selama lima menit kemudian mereka berdua menunduk di mesin mobil Merry sambil berbisik-bisik. Sekali Merry bertemu pandang, dan Merry tersenyum. Mereka membalasnya, lalu kembali memandang satu sama lainnya. Beberapa saat Merry sedang melamun sambil memandang sebuah pohon di depannya ketika suara Botak dari belakangnya membuat ia terlompat kaget.
“Aduh, Aku sampai kaget Pak!”. “Begini Non, mobilnya memang rusak, tapi teman aku ini bisa betulin.
Gimana, Non mau nunggu dibetulin?” kata Botak sambil menunjuk Hitam.
“Oh!” Merry merasa lega, “Betul? Bisa dibetulin? Kalo begitu silakan Pak dikerjakan. Makasih sekali Pak!”.
“Cuma”, kata Botak “Kami minta.., ya.., sedikit imbalan atau..”, Botak tidak menyelesaikan kalimatnya sementara Hitam sekarang menyeringai.
“Oh iya Pak. Ten, tentu Pak. Bapak jangan kuatir”. kata Merry. Ia sendiri heran mengapa ia merasa begitu gugup.
“Berapa biayanya, nanti aku bayar. Juga nanti ada uang lelah untuk Bapak ber..”
Merry terheran-heran melihat kedua laki-laki di hadapannya tertawa terbahak-bahak.
“Ada apa?” tanyanya bingung. “Ada yang salah?”.
“Itu bukan imbalan yang kami minta nona manis!” mendengar nada suara Botak, Merry langsung sadar yang diinginkan oleh mereka berdua atas dirinya. Dadanya berdebar keras, keringat dingin mulai keluar. Ini pasti mimpi, katanya dalam hati. Mereka pasti hanya bergurau. Matanya melihat suasana sekitarnya, gelap, tidak orang lain, tidak ada kendaraan yang lewat.
Tidak ada. “Aa, a, aku enggak mengerti maksud Bapak!, Aku..”, Merry berusaha menenangkan dirinya. Wajah si Botak dan Hitam langsung berubah sinis.
“Tentu saja Non tau”, kata Botak dengan tenang.
“Perempuan cantik kayak Non, sendirian, dan butuh bantuan dari kita”, Hitam kembali tertawa sementara mata Merry membelalak tidak percaya pendengarannya.
“Tentu saja ada yang lebih baik dan bagus daripada dibayar dengan uang. Betul enggak Cing?”.
Merry perlahan-lahan mundur, “Aa, aa, aa tetap enggak nge, ngerti”, berusaha agar tidak terdengar ketakutan. Merry merasa putus asa melihat Botak dan Hitam perlahan-lahan maju mendekati dirinya.
Air mata meleleh ke pipi Merry, “Tung, tunggu sebentar Pak! Jangan!” Merry terus mundur sementara jarak antara dirinya dan kedua laki-laki itu makin dekat.
“Lebih baik Non buka celana Non sekarang!” Itu saat pertama terdengar suara keluar dari mulut Hitam. Merry langsung syok dan tidak dapat menguasai diri lagi.