“Boleh ku buka kausmu?” bisiknya, suaranya rendah, dan aku mengangguk kecil, tak bisa menolak. (Hal 21-22)
***
Hilda, wanita muda berusia 24 tahun dengan tubuh yang menggoda dan hasrat yang tak terbendung, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah saat ia sering menginap di rumah Ningrum, sahabatnya sejak kuliah. Ningrum, yang mungil dan polos, membukakan pintu rumahnya dengan tulus, tak tahu bahwa Hilda membawa api liar di dalam dirinya—api yang perlahan menyala saat ia bertemu David, suami Ningrum. Di balik senyum kecil dan tatapan hangat David, ada sesuatu yang mengguncang Hilda: daya tarik maskulin yang tak bisa ia tolak, sebuah godaan yang membuat jantungnya berdegup kencang setiap kali Ningrum tak ada di rumah. Apa yang dimulai sebagai sentuhan kecil dan tatapan penuh rahasia, segera berkembang menjadi permainan berbahaya yang tak bisa mereka hentikan—tapi sampai kapan rahasia ini bisa disembunyikan?
Malam demi malam, ketika Ningrum pergi untuk urusan kerja atau keluarga, Hilda dan David menyelami hasrat yang semakin dalam. Dari ciuman lembut di payudara hingga lidah David yang menari di memek Hilda yang basah, mereka menari di tepi jurang—saling memuaskan tanpa melangkah lebih jauh, hingga suatu hari Hilda tak lagi bisa menahan diri. Di ranjang yang seharusnya milik Ningrum, ia menyerahkan keperawanannya kepada David, merasakan rudalnya membelah lobangnya untuk pertama kali, sebuah kenikmatan yang membakar sekaligus menyakitkan. Tapi di balik desahan dan orgasme yang mereka bagi, ada bayang-bayang Ningrum yang semakin dekat—aroma lendir dan peju yang tersisa di sofa, rok Hilda yang tergeletak sembarangan—apakah sahabat itu benar-benar tak melihat apa pun?
Ningrum bukan wanita yang mudah dibohongi. Matanya yang tajam mulai menangkap petunjuk—rambut Hilda yang acak-acakan, napas tersengal yang tak wajar, dan aroma aneh yang mengisi rumahnya. Kecurigaan itu tumbuh, tapi ia masih menolak percaya bahwa sahabatnya, yang ia anggap seperti adik, tega mengkhianatinya dengan suaminya sendiri. Hingga malam itu tiba—Ningrum pulang tanpa suara, dan pintu terbuka pada pemandangan yang menghancurkan hatinya: Hilda telanjang di atas David, memeknya penuh dengan rudalnya, dan udara dipenuhi aroma dosa. Apa yang akan dilakukan Ningrum saat kebenaran terbongkar, dan bagaimana Hilda bisa menghadapi amarah sahabat yang pernah ia cintai?
Konfrontasi itu meledak seperti badai—teriakan Ningrum memenuhi ruangan, air matanya jatuh bersama kata-kata pedih yang menusuk Hilda dan David. Persahabatan yang dulu erat kini hancur, dan Hilda, yang pernah merasakan puncak kenikmatan di pelukan David, kini hanya bisa menangis dalam penyesalan saat Ningrum mengusirnya dari rumah itu. Tapi di balik rasa bersalah yang menghantui, ada hasrat yang tak pernah benar-benar padam—kenangan kontol David di dalamnya, pejunya yang kini jadi candu, dan sentuhan yang tak akan ia lupakan. Akankah Hilda bisa melanjutkan hidup dengan luka ini, atau apakah dia akan kembali ke pelukan David meski dunia mereka telah runtuh?
"Bara Hilda, Wanita Penggoda" adalah kisah tentang nafsu yang tak terkendali, pengkhianatan yang menghancurkan, dan konsekuensi yang tak terhindarkan. Dari permainan kecil di sofa hingga malam penuh dosa di ranjang sahabatnya, Hilda menyelami hasrat yang membawanya ke puncak kenikmatan sekaligus jurang kehancuran. Ningrum, sahabat yang tak pernah curiga, menjadi korban dari api yang disembunyikan Hilda, dan David, pria yang terjebak di antara dua wanita, tak bisa menyelamatkan apa pun. Bagaimana akhir dari cinta terlarang ini—apakah Hilda akan menemukan penebusan, atau apakah hasratnya akan terus membakar hingga tak ada yang tersisa? Hanya waktu yang tahu, tapi satu hal pasti: sobat tak lagi sama setelah hasrat menguasai.
Contents:
Pindah ke Rumah Sahabat—1
Bermain Api—15
Di Dapur—18
Di Ruang Tamu—20
Jangan ke Situ Mas—24
Di Ruang Tamu—26
Jangan Mas, Please—29
Tiba Giliranku Yang Nakal—32
Saling Memuaskan—37
Melepas Keperawanan—53
Kebenaran Terungkap —65