Gue Arimbi Suryo, anak ketiga dari tiga bersaudara. Keluarga gue bisa dibilang berkecukupan, meski begitu nggak ada anak-anak bokap nyokap yang bergantung hidup dari perusahaan yang dipimpin bokap. Kami semua memilih untuk bekerja di perusahaan yang dikelola orang lain.

Gue, menjadi seorang sekretaris direktur dan bekerja di bawah tekanan selama kurang lebih lima tahun lamanya. Setiap pagi gue harus bangun tak lebih dari jam lima pagi dan berburu dengan waktu untuk tiba dikantor pukul setengah delapan. Kalau jam kerja sesuai dengan peraturan itu 8 jam sehari, kalau gue bisa sampai 12 jam sehari, bahkan seringnya lebih, karena gue jarang banget bisa pulang dari kantor sebelum jam sembilan malam.

Secara salary pekerjaan ini memang menjanjikan, setidaknya gue bisa cicil apartment untuk investasi, meski saat ini apartment gue itu juga gue sewain, karena gue memilih untuk tinggal bareng keluarga sebelum gue nikah.

Kalau soal hubungan gue dengan bos gue, itu jelas adalah hubungan simbiosis “manfaatisme” dimana yang selalu mengalah adalah gue. Dan ibarat kata, bos gue berdehem atau batuk aja gue tahu betul apa yang harus gue lakukan, such as harus langsung bukain pintu, bikinin kopi, kelarin notulen, atau dealing tendeer dengan klien. Dan lebih parahnya lagi bos gue adalah cewek, usianya sekitar awal empatpuluhan, which is di usia itu cewe rentan dengan PMS abadi, jadi bawaannya sensi mulu. Tapi ya itu gue nikmati sebagai bagian dari hari-hari gue. Karena kakak gue yang super baik tapi cerewet selalu bilang “Lo di bayar dengan sebagian gaji lo untuk diomeli, dan sebagian lagi untuk hasil kerja lo.”

Dan di omeli setiap hari gue maknai sebagai car ague menghalalkan sebagian gaji gue. Kalau sehari aja nggak di omelin bakalan ngerasa ada yang kurang. Gue yakin beberapa orang yang kerja di kantor akan mengaminkan apa yang gue katakan.

Welcome to my world.

Tapi kadang keajaiban seperti yang terjadi di negeri dongeng itu bisa menjelma ke dunia nyata sih. Dan gue jadi salah satu orang beruntung yang menikmati kisah keajaiban itu.